Nama : lia Fatmawati
NPM : 10207653
Kelas : 2EA21
Tugas : Kewarganegaraan
NPM : 10207653
Kelas : 2EA21
Tugas : Kewarganegaraan
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendapatan
per kapita penduduk Indonesia menembus angka US $ 18,000 atau sekitar Rp.
180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut jauh di atas beberapa negara ASEAN
lainnya seperti Malaysia yang hanya memiliki pendapatan per kapita penduduk US
$ 6,220, atau Thailand dengan pendapatan per kapita penduduknya US $ 2,990.
Rekor tersebut hampir menyamai Korea yang memiliki income per kapita
penduduk US $ 20,000, meskipun masih jauh di bawah Jepang, Australia, dan
Amerika yang memiliki pendapatan per kapita penduduk di atas US $ 30,000.
Itulah topik
terhangat yang dicatat di halaman surat kabar nasional pada tahun 2030. Itu pun
hanya prediksi beberapa ahli yang mengabaikan peningkatan pendapatan beberapa
negara lain di atas yang memang memiliki pendapatan per kapita seperti apa yang
tertulis saat ini. Dengan berat hati kita harus mengakui bahwa pendapatan per
kapita penduduk Indonesia hanya US $ 1,946 pada tahun 2008, jauh di bawah
Jepang US $ 34,189, Amerika US $ 43,444, Australia US $ 50,000, dan Singapura
US $ 29,320. Apa masyarakat Indonesia harus menunggu sampai tahun 2030? Dan apa
mungkin di tahun 2030 prediksi itu benar-benar akan tercapai? Atau itu hanyalah
mimpi indah belaka bagi rakyat Indonesia? Sampai sekarang masalah kemiskinan
masih menjadi “hantu” yang menakutkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Kemiskinan
merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih
menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual,
kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh
Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika
Serikat. Negara inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada
era kebangkitan revolusi industri di Eropa. Sedangkan Amerika Serikat bahkan
mengalami depresi dan resesi ekonomi pada tahun 1930-an dan baru setelah tiga
puluh tahun kemudian Amerika Serikat tercatat sebagai Negara Adidaya dan
terkaya di dunia.
Pada
kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara global kemiskinan
Negara-negara di dunia ketiga, yaitu Negara-negara berkembang yang nota-benenya
ada di belahan benua Asia. Kemudian juga pemaparan secara spesifik mengenai
kemiskinan di Negara Indonesia. Adapun yang dimaksudkan Negara berkembang
adalah Negara yang memiliki standar pendapatan rendah dengan infrastruktur yang
relatif terbelakang dan minimnya indeks perkembangan manusia dengan norma
secara global. Dalam hal ini kemiskinan tersebut meliputi sebagian
Negara-negara Timur-Tengah, Asia selatan, Asia tenggara dan Negara-negara
pinggiran benua Asia.
Ada
dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami
dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA)
yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan
Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam
penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan
susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom
selalu gencar mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan
ketimbang dari pemerataan.
B. Perumusan Masalah
Dalam
tugas terstruktur individu ini, penyusun yang membahas mengenai masalah
kemiskinan, didapatkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam analisis
permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
“Apa yang
menjadi masalah dasar dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia”
C. Tujuan
Adapun
tujuan dibuatnya makalah yang membahas tentang kemiskinan di Indonesia ini
adalah sebagai berikut:
- Menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesia yang mampu dalam hal materi agar ikut berperan serta untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
- Memberikan informasi kepada masyarakat Indonesia untuk menghadapi kemiskinan yang merupakan tantangan global dunia ketiga.
- Untuk mengetahui sejauh mana upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
D. Manfaat
- Bagi Penulis
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah
satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
- Bagi pihak lain
Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi
pustaka yang berhubungan dengan permasalahan dan upaya penyelesaian kemiskinan
di Indonesia.
E. Ruang Lingkup
Dalam penyusunan Makalah ini
penyusun mengambil sampel ruang lingkup berupa masyarakat Indonesia secara menyeluruh.
BAB II
METODE PENULISAN
A. Objek Penulisan
Objek
penulisan dalam tugas terstruktur individu ini adalah pengertian dan
permasalahan utama akibat kemiskinan, aspek kebijaksanaannya dan upaya
penyelesaian yang telah dilakukan oleh pemerintah.
B. Dasar Pemilihan Objek
Saya
memilih Objek Penulisan ini adalah karena Kemiskinan merupakan permasalahan
kemanusiaan yang sangat kompleks. Selain itu, kemiskinan juga menjadi isu
sentral di belahan bumi manapun. Sebagai warga negara Indonesia, dalam
mengentaskan kemiskinan tidak hanya bertumpu pada bantuan pemerintah saja namun
di zaman globalisasi ini warga negara Indonesia dituntut untuk mempunyai
kualitas SDM yang unggul sehingga memungkinkan munculnya keunggulan individual
yang dapat memberikan sumbangan kepada kemakmuran individu dan masyarakat.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam
pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji
pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang
diangkat dalam makalah ini yaitu masalah mengenai permasalahan dan upaya
penuntasan kemiskinan di Indonesia. Sebagai referensi juga diperoleh dari media
berbagai media informasi baik dari televisi, koran maupun situs web internet
yang membahas mengenai permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan di
Indonesia.
D. Metode Analisis
Penyusunan
makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu mengidentifikasi
permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada, menganalisis permasalahan
berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif
pemecahan masalah
BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN
A. Pembahasan
Kemiskinan
sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara
yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan
Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun
1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa
itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang
sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya
belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan
terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Berikut sedikit penjelasan mengenai kemiskinan yang sudah menjadi dilema
mengglobal yang sangat sulit dicari cara pemecahan terbaiknya.
- Definisi
Dalam kamus ilmiah populer,
kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi
kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat
miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat
dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana
kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara
pekerja dan upah yang diperoleh.
Seiring perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif dari pada
kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian yang lebih
luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal, pendapat yang
diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena
minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri
maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan
ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah
ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah
sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti
definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.
Deskripsi lain, arti definitif
kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-an definisi kemiskinan
tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan
di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah
muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga mencakup kerentanan,
ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Kemiskinan sebagai suatu
penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang
berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti Inggris dan Amerika
Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada
era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum
miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya
sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga kemampuan daya belinya
juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap
penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi, kriminalitas, pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara
maju juga dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi
ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai
negara adi daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam
kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada
negara-negara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang
atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.
Kemiskinan dapat dibedakan
menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan
kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil
pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis
kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang
miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok
masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun
ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
- Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan
penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan
tersebut.
Adapun indikator-indikator
kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi
berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).
2. Tidak adanya akses
terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air
bersih dan transportasi).
3. Tidak adanya jaminan masa
depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap
goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5. Rendahnya kualitas sumber
daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
6. Kurangnya apresiasi dalam
kegiatan sosial masyarakat.
7. Tidak adanya akses dalam
lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk
berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan
ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah
tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).
- Penyebab Kemiskinan
Di bawah ini beberapa penyebab
kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:
a. Merosotnya
standar perkembangan pendapatan per-kapita secara global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa
standar pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada
pada suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan
per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas
menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi
kemerosotan standar perkembangan pendapatan per-kapita:
a)
Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b)
Politik ekonomi yang tidak sehat.
c)
Faktor-faktor luar neger, diantaranya:
- Rusaknya syarat-syarat perdagangan
- Beban hutang
- Kurangnya bantuan luar negeri, dan
- Perang
b. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam
pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja
dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang bagus,
serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan dengan
maksimal
c. Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya
kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan
pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis
dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga
kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
d. Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang merata.
Hal ini selain menyulitkan
akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan jaminan keamanan untuk para warga miskin,
juga secara tidak langsung mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi
lain rakyat miskin masih terbebani oleh pajak negara.
- Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Bagaimana perkembangan tingkat
kemiskinan di Indonesia? Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
meluncurkan laporan tahunan Pembangunan manusia (Human Development Report) 2006
yang bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan the global water. Laporan ini
menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi salah satu Indikator
kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan rakyatnya. Selama
satu dekade ini Indonesia berada pada Tier Medium Human Development peringkat ke
110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah kemiskinan dan
persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun
ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005). Pada periode
1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01
juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika
periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%)
menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode
berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada
tahun 2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan
pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi
39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta
(1,78%).
Adapun laporan terakhir, Badan
Pusat Statistika ( BPS ) yang telah melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) pada bulan Maret 2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah
39,1 juta orang dengan kisaran konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau
garis kemiskinan ketika pendapatan kurang dari Rp 152.847 per-kapita per bulan.
- Penjelasan Teknis dan Sumber Data
Sebagai tinjauan kevalidan dan
pemahaman data di atas secara lugas, dipaparkan penjelasan data dan sumber data
yang diambil dari Berita Resmi Statistika No.47/ IX/ 1 September 2006, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengukur
kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (Basic
Needs Approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan
bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini dapat
dihitung Head Count Indeks (HCI) yaitu persentase penduduk yang berada di bawah
garis kemiskinan.
b. Metode yang digunakan
menghitung Garis Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Perhitungan
garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan per-kapita
di bawah garis kemiskinan.
c. Sumber utama data yang
dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data Susenas (Survei Sosial Ekonomi
Nasional) panel Februari 2005 dan Maret 2006. Sebagai informasi
tambahan,digunakan juga Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai
untuk memperkirakan Proporsi dari Pengeluaran masing-masing komoditi pokok
bukan makanan.
- Tantangan Kemiskinan di Indonesia
Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan rendahnya tingkat Sumber
Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya mutu kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagaimana
yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati
peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks
Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. masih lebih tinggi
dari Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih relatif
lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya.
Tantangan lainnya adalah
kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi
penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data
Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar 69,0 %
penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja di
sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah
kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya
kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender
(Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan
Gender(Gender Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan selanjutnya adalah
otonomi daerah. di mana hal ini mempunyai peran yang sangat signifikan untuk
mengentaskan atau menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika
meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan
kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita
akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional terutama
dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika
pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini
sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan, serta
bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.
- Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan
Upaya penanggulangan
kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan
sebagai prioritas utama kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan
merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan
dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta
digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam
pelaksanaan pembangunan tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama
dalam mengatasi kemiskinan dan mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi
Nasional Pembangunan Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses
partisipatif dengan melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah kabupaten/ kota telah
membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama penanggulangan
kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek
yang diprioritaskan antara lain sebagai berikut:
a) Mengurangi kesenjangan antar
daerah dengan; (i) penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi
dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan,
jembatan, dan dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana
kepada daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana
Alokasi Khusus (DAK) .
b) Perluasan kesempatan
kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha,
pelatihan keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
c) Khusus untuk pemenuhan
sarana hak dasar penduduk miskin diberikan pelayanan antara lain (i) pendidikan
gratis sebagai penuntasan program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid
yang kurang mampu (ii) jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk
miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh
dari upaya mengatasi kemiskinan di Indonesia.
Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi
Jawa Barat tepatnya di Bandung dengan diadakannya Bandung Peduli yang
dibentuk pada tanggal 23 – 25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan
kemanusiaan yang memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan,
dan mengentaskan orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam
melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan,
tanpa mengindahkan perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan
politik.
Oleh karena sumbangan dari
para dermawan tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan permasalahan
kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi, maka Bandung Peduli melakukan
targetting dengan sasaran bahwa orang yang dibantu tinggal di Kabupaten/
Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong fakir. Golongan fakir yang
dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling miskin bila diukur dengan
“Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.
B. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan latar
belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
Masalah dasar
pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap kemiskinan.
Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan. Dalam artian bahwa
semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka kebutuhan pun
akan semakin banyak. Pengentasan masalah kemiskinan ini bukan hanya kewajiban
dari pemerintah, melainkan masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial
ini adalah tugas dan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika
terjalin kerja sama yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua
lini masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030
kemiskinan akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.
2. Saran
Dalam menghadapi
kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang lebih kreatif, inovatif,
dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi
zaman globalisasi ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam
pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah
standar global.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul
Globalisasi. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka
Santoso Slamet, dkk. 2005. Pendidikan
Kewarganegaraan. Unsoed : Purwokerto.
Santoso, Djoko. 2007. Wawasan
Kebangsaan. Yogyakarta. The Indonesian Army Press
Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan
Untuk SMA/ MA. Banyumas. CV. Cahaya Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar