Selasa, 22 November 2011

Permasalahan ekonomi di indonesia

Permasalahan ekonomi yang dihadapi Indonesia bukanlah permasalahan ekonomi makro, melainkan masalah ekonomi mikro. Yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut adalah para insinyur bukan ahli ekonomi. Hal tersebut disampaikan Fauzi Ichsan, Vice President&Economist Standard Chartered. “Tantangan yang ada adalah dalam bidang ekonomi mikro,”ucapnya dia di Jakarta, Rabu (14/10) malam.

Permasalahan tersebut, lanjutnya antara lain masalah pembangunan infrastruktur seperti jalan tol dan pelabuhan yang menjadi gerbang masuknya devisa asing. Selain itu, kata Fauzi, belum meratanya pembangunan pembangkit tenaga listrik di Indonesia juga menjadi salah satu masalah ekonomi Indonesia yang perlu diperhatikan. Pasalnya listrik merupakan motor penggerak roda perekonomian.”Semua itu bisa diatasi oleh para ahli di bidang proyek dan pembangunan,” kata dia.

Masalah mikro lainnya, lanjut Fauzi adalah masalah pembebasan lahan yang selama ini sering menjadi permasalahan besar antara pengembang dan warga. Belum transparannya penggunaan retribusi pajak juga menjadi salah satu masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia. Menurut Fauzi, permasalahan pembebasan lahan dan retribusi pajak hanya dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah, bukan para menteri yang duduk di pemerintahan.

Fauzi mengatakan, kesemua masalah tersebut harus segera diselesaikan. Para investor terutama investor asing baru akan menanamkan modalnya jika mendapat kejelasan dari sisi ekonomi. “Indonesia ini sangat potensial untuk investasi, tapi investor mana yang bersedia menanamkan modalnya jika sarana dan prasarana belum jelas,” tegas Fauzi.

Masalah Ekonomi, Sosial dan Budaya

Yayasan Pemuda Insos Kabor Biak, disingkat Yapikbi, didirikan tanggal 14 Desember 2000, dengan Akte Notaris Nomor 12 Tahun 2000, sebagai reaksi terhadap penderitaan panjang di bawah sistem-sistem represif yang berawal dari penjajahan Belanda (1882 1962), pendudukan brutal Jepang 1940an (selama sekitar 3 tahun) hingga dengan Soekarno dan Suharto yang membunuh banyak orang-tua kami. Kami mengkategorikan diri kami sebagai generasi hilang akibat sistem represif berkepanjangan. Kami memprediksi bahwa sebagai imbas dari kekuasaan represif tadi, maka 25 tahun mendatang anak-anak kami akan tetap mengalami kesulitan di dalam mengembangkan diri. Sebagai generasi hilang, kami tidak menginginkan anak-anak kami mengalami nasib yang sama. Kami mendirikan Yapikbi untuk menjalankan berbagai aktivitas sebagaimana dijelaskan lebih lanjut di bawah ini. Kami berjuang untuk survive (mempertahankan kehidupan) sambil menantang Papua Baru yang kami dambakan. Papua Baru yang penuh dengan keadilan dan kedamaian.

2. Pendidikan

Pendidikan tidak merupakan prioritas utama pemerintah Indonesia di Papua. Papua telah lama merupakan provinsi yang terlupakan dan hingga kini masih merupakan provinsi paling terkebelakang dalam bidang pembangunan di Indonesia. Untuk itu, tingkat SDM (sumber daya manusia) di Papua sangat rendah.

Walaupun kekayaan alamnya besar, rakyat Papua sulit menikmati keuntungannya. Seluruh hasil kekayaan alam masuk ke Jakarta. Kwalitas pendidikan di Papua sangat rendah, dan ini sama pula di Biak. Otonomi Khusus (otsus) yang ditawarkan sejak 1 Januari seyogianya dapat mempromosikan pemberdayaan SDM bangsa pribumi Papua. Sayangnya, sejarah menunjukkan bahwa Indonesia tidak pernah menindak-lanjuti rencananya dan sebagai konsekwensi, rakyat Papua sangat berhati-hati terhadap setiap rencana pemerintah.

Terlepas dari kenyataan bahwa adanya sekolah (SD, SLTP, SMU dan Sekolah Kejuruan) dengan jumlah yang sangat sedikit, tidak terdapat tenaga pendidik yang berkwalikasi dan tidak adanya keuangan yang memadai untuk membeli buku dan peralatan pendidikan yang sangat dibutuhkan.
Sebagai konsekwensinya, tingkat pengetahuan anak yang menyelesaikan SD (Sekolah Dasar) dan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) sangat rendah. Karena orang-tua tidak memiliki uang untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah kejuruan maka jumlah siswa putus sekolah semakin meningkat mencapai angka yang memprihatinkan. Sebagai contoh, banyak anak (teristimewa di kampung-kampung) tidak mengenyam pendidikan SD. Hal yang lebih merepotkan lagi adalah bahwa kurang dari separoh jumlah anak tamatan SD tidak dapat membaca dan menulis dengan baik. Lebih lagi, para tenaga pendidik kadang tidak berkwalitas dan tidak termotivasi karena sejumlah alasan, umpamanya gaji yang kadang-kadang tertunda atau sama sekali tidak terbayar (dan sebagai konsekwensi mereka mencari nafkah di lain tempat dan tidak muncul di depan ruang kelas).

Sungguh disayangkan, tidak ada data statistik yang tersedia di kantor pemda Biak. Tabel di bawah ini menunjukkan data yang tersedia di pemda provinsi di Numbay (nama pribumi bagi Jayapura) berdasarkan studi langsung di lapangan.

3. Konflik Etnik

Masyarakat Papua tidak homogen melainkan heterogen (terdiri dari berbagai suku dan ras). Ada sekitar 1 juta pendatang (migran) Indonesia tersebar di seluruh Papua. Konflik antara masyarakat pribumi dan pendatang semakin meningkat walaupun sejauh ini masih dalam bentuk psikhologis.

Hampir tidak lagi terhitung bangsa pribumi, kaum migran mendominasi seluruh sektor kehidupan: secara politik, ekonomis, sosial dan kultural. Ini bisa saja menimbulkan pecahnya kekerasan fisik yang pada gilirannya akan menjadi alasan bagi militer (TNI) untuk secara brutal menindak masyarakat pribumi dalam usahanya untuk membelah kaum pendatang di Papua sekaligus mempertahankan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Angka statistik menunjukkan bahwa 32% dari penduduk Biak adalah kaum migran. Lebih dari itu, saksikanlah sendiri perbandingan personil di dalam pertokoan, bank-bank, perkantoran dan lain-lain di Biak yang menunjukkan bahwa mayoritas personil adalah kaum pendatang (non-pribumi). Diskriminasi dan frustrasi dapat saja menyulut konflik etnis dan pecahnya kekerasan sebagaimana pernah terjadi di Wamena (6 Oktober 2000), Bonggo (September 2001), dimana terjadi bentrokan (clash) yang menimbulkan mengungsinya kaum migran dan memberikan kesempatan bagi TNI untuk melakukan arestasi secara serampangan serta menganiaya masyarakat sipil yang tak berdosa.

4. Pengangguran

Biak memiliki hanya beberapa perusahaan, dari sektor swasta dan negara, dan sulit bagi orang Papua untuk dapat bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut. Sebagaiman tersebut di atas, kesempatan kerja di Papua (termasuk Biak) didominasi oleh pendatang (kaum migran) dari Indonesia. Angka pengangguran (pencari kerja) di Biak tahun 2003 berkisar 1.444 orang (tidak termasuk yang belum terdaftar). Ini merupakan angka produktif dari jumlah penduduk Biak yang sekarang berkisar 160.000 jiwa.

Pengangguran di antara masyarakat pribumi Papua mengakibatkan banyak masalah sosial seperti kriminalitas, pemabukan alkohol, pelacuran, pelecahan HAM perempuan, perceraian, pelecehan HAM anak, pencurian, kerja paksa, dll. Source: Cenderawasih Pos RADAR BIAK, 13 Desember 2003

Selama tiga tahun dari 2005, 2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup signifikan (rata-rata di atas 6%), menjadikan Indonesia saat ini secara ekonomi cukup dipertimbangkan oleh perekonomian dunia. Hal ini dapat dilihat dengan diundangnya Indonesia ke pertemuan kelompok 8- plus (G8plus) di Kyoto Jepang pada bulan Juli 2008 bersama beberapa negara yang disebut BRIICS (Brasil, Rusia, India, Indonesia dan South Africa). Pada tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000, bahkan pada tahun 2009, GDP Indonesia ditetapkan di atas angka 5.000 triliun Rupiah atau setara dengan US$ 555 milyar. Angka-angka ini cukup mendukung estimasi bahwa pada tahun 2015 Indonesia sudah menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia dengan GDP di atas US$ 1 triliun. Namun masih banyak hambatan yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia untuk menuju kesana, misalnya; kondisi infrastruktur perekonomian (seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan listrik), tingginya angka pengangguran (kisaran 9%), tingginya inflasi yang disebabkan oleh meningkatnya harga energi dunia (sudah menyentuh 11,,%), belum optimalnya kedatangan FDI ke Indonesia, belum optimalnya peranan APBN sebagai stimulus ekonomi (belum ekspansif).

Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia.

Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia yang masih muncul saat ini dijadikan fokus program ekonomi 2008-2009 yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 2008 yang memuat berbagai kebijakan ekonomi yang menjadi target pemerintah yang dapat dikelompokkan ke dalam 8 bidang yaitu: investasi, ekonomi makro dan keuangan, ketahanan energi, sumber daya alam, lingkungan dan pertanian, pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), pelaksanaan komitmen masyarakat ekonomi ASEAN, infrastruktur, dan ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.

Analisis singkat atas kondisi ke-delapan bidang yang menjadi paket kebijakan ekonomi tahun 2008-

2009 adalah sebagaimana berikut ini:

1. Iklim investasi.

Realisasi investasi yang telah dikeluarkan oleh BKPM berdasarkan Izin Usaha Tetap PMDN pada periode 1 Januari s/d 31 Desember 2007 sebanyak 159 proyek dengan nilai realisasi investasi sebesar Rp. 34.878,7 miliar (34,88 triliun Rupiah). Sedangkan realisasi Investasi yang telah dikeluarkan oleh BKPM berdasarkan Izin Usaha Tetap PMA (FDI) pada periode 1 Januari s/d 31 Desember 2007 sebanyak 983 proyek dengan nilai realisasi investasi sebesar US$. 10.349,6 juta (US$ 10,34 milyar).

Dibandingkan dengan FDI global yang selama 2007 mencapai rekor sebesar US$ 1.500 milyar dan FDI yang masuk ke Amerika Serikat sebesar US$ 193 miliar, nilai FDI yang masuk ke Indonesia masih sangat rendah yaitu 0,66% terhadap FDI dunia dan 5,18% terhadap FDI ke Amerika Serikat. Walau demikian, masuknya FDI ke Indonesia pada tahun 2007 ini jauh lebih baik dibandingkan dengan masa puncak pra krisis yaitu tahun 1996-1997 yang hanya mencapai US$ 2,98 miliar (1996) dan US$ 4,67 miliar (1997).Menurut hemat penulis realisasi FDI ke Indonesia akan dapat lebih meningkat kalau dua faktor kunci untuk masuknya FDI dibenahi yaitu kondisi infrastruktur, dan masalah birokrasi yang bertele-tele.

2. Kebijakan ekonomi makro dan keuangan

Dari sisi fiskal, pemerintah menerapkan APBN yang cukup baik yaitu dengan sedikit ekspansif walau masih sangat berhati-hati. Hal ini terlihat dari defisit RAPBN tahun 2009 sebesar Rp 99,6 triliun atau 1,9 persen dari PDB (Kompas 15 Agustus 2008), walau defisit APBN masih dapat ditolerir sampai angka 3% (berdasarkan golden rule) . Pada tahun 2009 anggaran yang digunakan untuk belanja modal tercatat sebesar Rp 90,7 triliun lebih besar dari belanja barang sebesar Rp 76,4

triliun (Kompas 15 Agustus 2008). Total belanja pemerintah pada tahun 2009 meningkat menjadi sebesar Rp1.022,6 triliun yang diharapkan lebih berperan dalam menstimulus ekonomi untuk mencapai target pertumbuhan di atas 6,5%. Pemerintah juga pada tahun 2009 berencana untuk memberikan empat macam insentif fiskal yaitu Pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dalam jumlah dan waktu tertentu kepada investor yang merupakan industri pionir. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), khususnya untuk bidang usaha tertentu pada wilayah atau kawasan tertentu. Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal atau mesin serta peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu. Pemerintah mengubah perlakuan PPN atas sebagian barang kena pajak yang bersifat strategis dari yang semula ”dibebaskan” menjadi tidak dipungut atau ditanggung pemerintah.

Dari sisi moneter, Bank Indonesia dengan instrument BI-rate cukup berhasil untuk mengendalikan inflasi, khususnya core inflation sejak BI rate diterapkan pada tahun 2005. Namun inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga energi dan terganggunya masalah distribusi terutama akibat naiknya harga gas, premium, solar, dan makanan (volatile food) membuat tahun 2008 ini tingkat inflasi cukup tinggi yaitu untuk Januari-Agustus 2008 tercatat 9,4 persen, dan inflasi Agustus 2007- Agustus 2008 mencapai 11,85 persen. Menghadap hal ini BI melakukan antisipasi dengan menaikan BI rate pada bulan-bulan terakhir sampai September 2008, dan saat ini BI rate sudah mencapai 9,25%. Tingginya BI rate ini memang diharapkan dapat menekan angka inflasi namun disisi lain akan berpengaruh terhadap sektor riil karena kenaikan BI rate berakibat terhadap peningkatan tingkat bunga pinjaman di bank-bank komersial.

3. Ketahanan energi.

Sebagaimana kita ketahui bahwa harga energi dunia terus berfluktuasi dan sangat sulit untuk diprediksi. Pada tahun 2008 harga minyak dunia bahkan sudah mencapai rekor tertinggi sebesar US$ 147 per barel pada 11 Juni lalu. Walau saat ini menurun pada kisaran US$ 106, bahkan hari ini tanggal 10 September 2008 harga minyak telah turun dibawah US$ 100 (detik.com). Hal ini sangat berbahaya bagi ketahanan energi nasional karena kita tahu bahwa ,sebagai input, naiknya harga energi akan berdampak terhadap kenaikan biaya produksi dan harga jual. Disamping kenaikan biaya produksi dan harga jual akan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar internasional apalagi pada saat ini sedang terjadi penurunnya daya beli masyarakat internasional akibat inflasi yang meningkat hampir disemua negara tujuan utama ekspor Indonesia yaitu Amerika Serikat, Negara Eropa (EU), dan Asia Timur (Jepang, Korea Selatan dan China). Dalam rangka ketahanan energi ini, pemerintah melakukan diversifikasi energi dengan misalnya memproduksi bio-fuel yang merupakan pencampuran produk fosil dengan nabati (minyak kelapa sawit). Namun muncul kendala program ini karena saat ini harga komoditi yang menggunakan bahan baku kelapa sawit mengalami kenaikan yang luar biasa yaitu Crude Palm Oil (CPO). Akibatnya, produsen kelapa sawit menjadi gamang dalam menggunakan kelapa sawit apakah untuk digunakan sebagai bio energy atau untuk menghasilkan CPO yang ditujukan untuk ekspor. Beberapa pengamat mengatakan sebaiknya Indonesia lebih mengembangkan energy geothermal (panas bumi) yang cadangannya sangat berlimpah di Indonesia (terbesar di dunia) karena biaya investasi yang mahal untuk investasi energi pada geothermal ini akan di offset oleh turunnya subsidi pemerintah untuk bahan bakar minyak karena adanya peralihan penggunaan energi dari minyak ke geothermal.

4. Kebijakan sumber daya alam, lingkungan dan pertanian

Indonesia beruntung memiliki sumber daya alam yang melimpah baik bahan tambang, hutan, pertanian, hasil laut, dan cahaya matahari yang sepanjang tahun. Untuk itu, sumber daya alam yang ada harus dikelola dengan baik bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat (welfare). Sejauh ini Indonesia telah memanfaatkan banyak bahan tambang bagi pertumbuhan ekonomi seperti minyak bumi, batubara, gas, bijih besi, emas, nikel, timah dan lain sebagainya. Namun pemanfaatan sumber daya alam ini membawa dampak negatif

(negative externalities) terhadap lingkungan berupa penggundulan hutan penghancuran bukit-bukit yang tentunya berdampak sangat negatif terhadap kondisi lingkungan. Disisi pertanian, walau banyak kemajuan yang dicatat Indonesia masih mengimpor beras, dan produk pertanian lain seperti kedele, dan hasil perkebunan (gula). Ditargetkan pada tahun 2009, Indonesia sudah dapat berswasembada beras

dan

gula.

5. Pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ini merupakan sektor ekonomi yang cukup tangguh terutama pada saat krisis ekonomi 1998 dimana banyak pelaku ekonomi besar bertumbangan. Beberapa program yang akan diterapkan oleh pemerintah menyangkut pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ini adalah peningkatan akses UMKM pada sumber pembiayaan dengan Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM pada sumber pembiayaan. Memperkuat sistem penjaminan kredit bagi UMKM. Mengoptimalkan pe-manfaatan dana non perbankan untuk pemberdayaan UMKM. Disamping itu akan dilakukan juga pengembangan kewirausahaan dan sumber daya manusia (SDM) dengan Meningkatkan mobilitas dan kualitas SDM. Mendorong tumbuhnya kewira-usahaan yang berbasis teknologi. Hal lainnya adalah peningkatan peluang pasar produk UMKM dengan Mendorong berkembangnya institusi promosi dan kreasi produk UMKM. Mendorong berkembangnya pasar tradisional dan tata hubungan dagang antar pelaku pasar yang berbasis kemitraan. Mengembangkan sistem informasi angkutan kapal untuk UMKM. Mengembangkan sinergitas pasar. Terakhir adalah reformasi regulasi dengan Menyediakan insentif perpajakan untuk UMKM. Menyusun kebijakan di bidang UMKM.

6. Pelaksanaan komitmen masyarakat ekonomi ASEAN.

Sebagai anggota penting ASEAN Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan program yang telah ditetapkan oleh organisasi yaitu pelaksanaan komitmen Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community - AEC). Beberapa langkah ke depan adalah Komitmen AEC untuk Arus Barang Secara Bebas Komitmen AEC untuk Arus Jasa. Secara Bebas Komitmen AEC untuk Arus Penanaman modal Secara Bebas Komitmen AEC untuk Arus Modal Secara Bebas Komitmen AEC untuk Arus Tenaga. Kerja Terampil Secara Bebas Komitmen AEC untuk Perdagangan Makanan, Pertanian, dan Kehutanan Komitmen AEC untuk Menuju Kawasan Ekonomi Yang Kompetitif Sosialisasi Pelaksanaan Komitmen Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.

7. Infrastruktur.

Sebagaimana disinggung di depan, kondisi infrastruktur ekonomi Indonesia berada pada titik yang nadir. Kalau pada masa orde baru, kondisi infrastruktur Indonesia mengalami titik puncak, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi infrastruktur yang ada sudah tidak lagi memadai. Belum lagi kondisi infrastruktur yang kualitasnya menurun seiring berjalannya waktu. Banyaknya jalan dan jembatan yang rusak ini tidak terlepas dari masa-masa sulit APBN kita yang sampai tahun 2004 lebih dikonsentrasikan kepada pembayaran hutang dan belanja barang dan gaji pegawai. Di tahun 2009, perlu ditingkatkannya belanja pemerintah untuk keperluan infrastruktur ini disamping menerapkan KPS (Kerjasama Pemerintah dan Swasta) untuk membangun jalan, jembatan, pelabuhan, perlistrikan, telekomunikasi dan lain-lain.

8. Ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.

Masalah pengangguran di Indonesia masih menjadi masalah ekonomi utama yang sampai saat ini belum bisa diatasi. Sampai tahun 2008, tingkat pengangguran terbuka masih berada pada kisaran 9% dari jumlah angkatan kerja atau berada pada kisaran 9 juta orang. Sebagaimana kita ketahui, bahwa terjadi perubahan patern perekonomian paska krisis dari usaha yang padat karya ke usaha yang lebih padat modal. Akibatnya pertumbuhan tenaga kerja yang ada sejak tahun 1998 s/d 2004 terakumulasi dalam meningkatnya angka pengangguran. Dilain sisi, pertumbuhan tingkat tenaga kerja ini tidak

diikuti dengan pertumbuhan usaha (investasi) yang dapat menyerap keberadaannya. Akibatnya terjadi peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia yang pada puncaknya di tahun 2004 mencapai tingkat 10% atau sekitar 11 juta orang. Untuk menangani masalah pengangguran ini pemerintah perlu memberikan fasilitas baik fiskal, perkreditan, maupun partnership untuk menciptakan usaha yang bersifat padat karya dalam rangka menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada. Menyangkut masalah ketransmigrasian ada yang berubah pada penanganannya dibandingkan dengan masa orde baru. Kala itu program transmigrasi berjalan dengan sangat gencar dengan hasil yang bervariasi. Di satu daerah program transmigrasi berjalan baik tapi di daerah lain mengalami kegagalan, namun secara keseluruhan program transmigrasi berjalan lumayan. Paska krisis, program transmigrasi kelihatannya mati suri atau sudah hampir tidak lagi terdengar gaungnya. Apalagi sejak berlakunya otonomi daerah dimana kewenangan mengatur daerah diserahkan kepada pemerintah daerah, termasuk mengatur datangnya penduduk dari luar daerah. Saat ini tentunya perlu ada koordinasi antara pusat dengan daerah menyangkut masalah transmigrasi ini.


Senin, 14 November 2011

PEMBAGIAN SHU ( SISA HASIL USAHA ) KOPERASI

Sisa Hasil Usaha Koperasi (SHU) adalah selisih dari semua pemasukan atau penerimaan total (total revenue (TR)) dengan biaya-biaya atau total biaya(total cost(TC)) dalam satu tahun buku.

Perlu diketahui penetapan besarnya pembagian kepada para anggota dan jenis serta jumlahnya untuk keperluan lain, di tetapkan oleh Rapat Anggota dengan AD/ART Koperasi.Dalam hal ini, jasa usaha mencakup trnsaksi usaha dan pertisipasi modal.

Dengan mengacu pada pengertian di atas, maka besarnya SHU yang diterima setiap anggota aka berbeda, tergantung besarnya partisipasi modal dan transaksianggota terhadap pembentukan pendapatan koperasi.

RUMUS PEMBAGIAN SHU

Acuan dasar membgi SHU adalah prinsip-prinsip dasar koperasi yang menyebutkan bahwa, pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.

Dengan demikian , SHU koperasi di terima oleh anggota bersumber dari 2 kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota sendiru, yaitu:

1) SHU atas jasa modal

Pembagian ini juga sekalius mencerminkan anggota sebagai pemilik ataupun investor, karena jasa atas modalnya (simpanan) tetap diterima dari koperasinya sepanjang koperasi tersebut menghasilkan SGU pada tahun buku yang bersangkutan.

2) SHU atas jasa usaha

Jasa ini mnegaskan bahwa anggota koperasi selain pemilik juga sebagai pemakai atau apelanggan,

Secara umum SHU koperasi di bagi sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pada Anggaran Dasar/ Anggeran Rumah Tangga Koperasi sebagai berikut:

  • Cadangan koperasi
  • Jasa anggota
  • Dana pengurus
  • Dana karyawan dana pendidikan
  • Dana sosial
  • Dana untuk pembagunan sosial

Tentunya tidak semua komponen di atas harus diadopsi koperasi dalam membagi SHU-nya. Hal ini sangat tergantung dari keputusan anggota yang ditetapkan dalam rapat anggota.

Untuk mempermudah pemahaman rumus pembagian SHU koperasi, berikut ini diasjikan salah satu kasus pembagian SHU koperasi (selanjutnya disebut koperasi A)

Menurut AD/ART koperasi A, SHU dibagi sebagai berikut:

  • Cadangan : 40%
  • Jasa anggota : 40%
  • Dana pengurus: 5%
  • Dana karyawan: 5%
  • Dana pendidikan:5%
  • Dana sosial :5%

SHU per anggota dapat dihitung sebagai berikut:

SHUpa =JUA+JMA

Di mana: SHUpa :Sisa hasil usaha koperasi

JUA :Jasa usaha anggota JMA :Jasa modal anggota

Dengan menggunakan model matematika, SHU per anggota dapat di hitung sebagai berikut.

SHUpa= Va x JUA + sa x JMA

VUK TMS

Di mana:

SHUpa : sisa hasil usaha per anggota

JUA : jasa uasaha anggota

JMA : jasa modal anggota

VA : volume jasa anggota (total transaksi anggota)

UK : volume total koperasi (total transaksi koperasi)

Sa : jumlah simpana anggota

TMS : modal sendiri total (simpanan nggota total)

Bila SHU bagian anggota menurut AD/ART Kopearasi A adalah 40% dari total SHU, dan rapat anggota menentukan bahwa SHU bagian anggota tersebut di bagi secara proporsional menurut jasa dan usaha, dengan pembagian jasa modal anggota sebesar70%, dan jasa modal anggota sebesar 30%, maka ada 2 cara menghitung persentase JUA dan JMA yaitu:

Pertama, langsung di hitung dari total SHU koperasi, sehingga:

JUA = 70% x 40% y\total SHU setelah pajak

= 28% dari total SHU koperasi

JMA = 30% x 40% total SHU koperasi setelah pajak

= 12% dari total SHU koperesi

Kedua, SHU bagian anggota (40%) dijadikan menjadi 100%, sehingga dalam hal ini diperoleh terlebih dahulu angka absolut, kemudian di bagi sesuai dengan persentase yang ditetapakan.

PRINSIP-PRINSIP PEMBAGIAN SHU KOPERASI

1)SHU yang di bagi adalah yang bersumber dari anggota

2)SHU anggota adalah jasa dari modal dan transaksi usaha yamg dilakikan anggota sendiri.

3)Pembagian SHU anggota dilakukan secara transparan

4)SHU anggota di bayar secara tunai

PEMBAGIAN SHU PER ANGGOTA

Untuk memperjelas pemahaman tentang penerapan rumus SHU per anggota dan prisip-prinsip pembagian SHU seperti di uraijan di atas , di bawh ini di sajikan data koperasi A, yang datanya sidah di perbaharui dan di sederhanakan.

  1. Perhitungan SHU (Laba/Rugi) koperasi A Tahun buku 1998 (Rp000)

Penjualan /penerimaan jasa Rp 850.077

Pendapatan lain 110.717

960.764

Harga pokok penjualan (300.906)

Pendapatan operasional 659.888

Beban operasional (310.539)

Beban dan administrasi umum ( 35.349)

(345.888)

SHU sewbelum pajak 314.000

Pajak penghasilan(PPH ps 21) ( 34.000)

SHU setelah pajak 280.000

  1. Sumber SHU

SHU Koperasi A setelah pajak Rp.280.0000

Sumber SHU:

-transaksi anggota Rp.200.000

-transaksi nonanggota Rp. 80.000

  1. Pembagian SHU menurut pasal 15,AD/ART Koperasi A

1)Cadangan : 40% x 200.000 :Rp80.000

2)Jasa anggota : 40% x 200.000 :Rp80.000

3)Dana pengurus : 5% x 200.000 :Rp10.000

4)Dana karyawan : 5% x 200.000 :Rp10.000

5)Dana pendidikab : 5% x 200.000 :Rp10.000

6)Dana sosial : 5% x 200.000 :Rp10.000

d. Jumlah anggota, simpanan, dan volume usaha koperasi

Rapat anggota telah menetapkan bahwa SHU bagian anggota sebagai berikut.

Jasa moda : 30% x Rp80.000.000 : Rp24.000.000

Jasa usaha : 70% x Rp80.000.000 : Rp56.000.000

Jumlah anggota :142 orang

Total simpanan anggota :Rp345.420.000

Total transaksi usaha :Rp2.340.062.000

  1. Kompilasi Data Simpanan, Transaksi Usaha, dan SHU per Anggota (dalam ribuan)

No anggota

Nama Anggota

Jumlah Simpanan

Total Transaksi Usaha

SHU Modal

SHU Transaksi Usaha

Jml SHU Per Anggota

1

EDO

800

5.500

55,58

131,62

187,20

2

ARI

1.500

4.800

104,22

114,87

219,09

3

OKI

2.900

0

201,49

0

201,49

4

DEDI

500

8.400

34,74

201,02

235,76

5

EDI

1.000

4.000

69,48

95,72

165,20

6

FARID

1.200

10.000

83,38

239,31

322,69

7

s/d

Dst

Dst

Dst

Dst

Dst

Dst

142

Jumlah

345.420

2.340.062

24.000

56.000

80.000

Dengan menggunakan rumus perhitungan SHU di atas di peroleh SHU per anggots berdasarkan kontribusinya terhadap modal dan transaksi usaha .Seperti di ketahui rumus SHU per anggota adalah:

SHU per anggota = SHU Jasa Usaha Aggota + Jasa modal

SHUpa = Va x JUA + Sa x JMA

VUK TMS

SHU Usaha Anggota =Va / VUK (JUK)

Contoh cara pembagian SHU

1. SHU Usaha EDO = 5.500 / 2.340.062 (56.000) =Rp131,62

SHU Modal anggota = Sa /TMS (JMA

SHU Modal EDO = 800 /345.420 (24.000) =Rp55.58

Dengan demilkian, jumlah SHU yang diterima ADI adalah:

Rp131.620 + Rp55.580 = Rp187.200

2. SHU Usaha ARI = 4.800 / 2.340.062 (56.000) =Rp114,87

SHU Modal anggota = Sa /TMS (JMA

SHU Modal ARI = 1.500 /345.420 (24.000) =Rp104,22

Dengan demilkian, jumlah SHU yang diterima ADI adalah:

Rp114,87 + Rp104,22 = Rp 219,09

3. SHU Usaha OKI = 0

SHU Modal anggota = Sa /TMS (JMA

SHU Modal OKI = 2.900 /345.420 (24.000) =Rp 201,49

Dengan demilkian, jumlah SHU yang diterima ADI adalah:

Rp 0 + Rp 201,49 = Rp 201,49

4. SHU Usaha DEDI = 8.400/ 2.340.062 (56.000) =Rp 201,02

SHU Modal anggota = Sa /TMS (JMA

SHU Modal DEDI = 500/345.420 (24.000) =Rp 34,74

Dengan demilkian, jumlah SHU yang diterima ADI adalah:

Rp 201,02 + Rp 34,74 = Rp 235,76

5. SHU Usaha EDI = 4.000/ 2.340.062 (56.000) =Rp 95,72

SHU Modal anggota = Sa /TMS (JMA

SHU Modal EDI = 1.000/345.420 (24.000) =Rp 69,48

Dengan demilkian, jumlah SHU yang diterima ADI adalah:

Rp 95,72 + Rp 69,48= Rp 165,20